[Novel] Evergreen

[Novel] Evergreen

 

Judul Buku: Evergreen

Pengarang: Prisca Primasari

Tahun Terbit: 2013

Penerbit: Grasindo

Tebal: 204 Halaman

Sinopsis & Review:

Rachel Yumeko River baru saja dipecat dari pekerjaannya sebagai editor novel misteri di Sekai Publishing. Hal itu terjadi karena sifatnya yang egois serta kelalaiannya dalam menangani penulis. Seolah tak cukup sial karena dipecat dari pekerjaan yang selama ini dibanggakannya, teman-temannya pun meninggalkannya karena tak tahan dengan sikap buruk Rachel. Penolakan oleh penerbit lain saat mencoba mencari pekerjaan lain pun membuat Rachel semakin putus asa dan berpikiran untuk bunuh diri. Di tengah keputus asaannya, Rachel menemukan Evergreen, sebuah kedai es krim yang mempunyai suasana hangat, pelayan-pelayan yang ramah, serta lantunan lagu-lagu The Beatles yang terdengar saat berada di dalam kafe, membawa Rachel ke dalam titik baru kehidupannya.

Read more

[Cerpen] Aku & Sahabatku

[Cerpen] Aku & Sahabatku

“Kak Sherly…!!! Ada kak Tara, tuh di luar!”, teriak adikku Gina dari ruang tamu.

“Iya, sebentar!”, balasku. Terlihat seorang anak kira-kira berumur 14 tahun dan bertubuh gemuk sedang menunggu di depan pagar. Tara memang hampir setiap hari main ke rumahku. Aku dan dia sudah bersahabat sejak masih TK. Dia adalah tetanggaku, rumahnya berada persis di depan rumahku. Aku, Tara, dan Gina sering bermain bersama.

“Hai, Ra! Hari ini mamamu pulang malam lagi?”, tanyaku.

“Iya, nih!”, jawabnya sambil tersenyum.

“Asyik…! Berarti kamu disini sampai malam lagi, dong!”, kataku sambil mengajaknya masuk ke dalam rumah. Ya, terkadang Tara main di rumahku sampai malam. Tara anak tunggal, jadi tak ada yang menemaninya di rumah kalau mamanya bekerja.

Tapi, hari ini lain. Tara tidak ke rumahku. Padahal, kemarin ia janji akan ke rumahku sore ini karena kami akan main basket bersama.

“Gin, kok hari ini Tara nggak datang, ya?”, tanyaku pada Gina. Sesekali aku melongok keluar jendela. Siapa tahu Tara datang.

“Mana aku tahu? Mungkin ada keperluan,” jawab Gina mengangkat bahu.

“Tadi dia nelpon, nggak?”, tanyaku lagi. Kini aku tidak lagi melongok ke keluar jendela, melainkan mondar-mandir di ruang tamu. Aku khawatir sekali. Bagaimana kalau terjadi sesuatu sama Tara gimana? Read more